Dalam rangka memperingati Hari Pangan Internasional di tanggal 16 Oktober, PARARA dengan berbagai mitra dan orang muda representatif dari setiap pulau di Indonesia mengadakan pertemuan.
Diskusi dilakukan oleh orang muda membahas naskah “Transformasi Sistem Pangan Negara Kepulauan : Suara Masyarakat Sipil untuk Perubahan Kebijakan Menuju Sistem Pangan yang Beragam, Adil dan Lestari” yang memiliki 8 agenda perubahan.
Orang muda yang hadir dibagi menjadi 4 kelompok untuk membahas 8 agenda perubahan.
Agenda 1 : Penataan Agraria dan Tata Ruang Produksi Pangan
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Alih fungsi lahan untuk proyek besar dan berkurangnya lahan bagi petani.
Rekomendasi: Redistribusi lahan dan reforma agraria.
Perampasan wilayah adat.
Rekomendasi: Regulasi yang jelas untuk memastikan kepastian hak masyarakat adat atas tanah adat.
Kurangnya pendampingan untuk masyarakat.
Rekomendasi: Penyediaan pendamping lapangan yang lebih banyak dan pemerataan edukasi dari daerah urban ke rural.
Kebijakan yang tidak tegas dan rentan intervensi pihak berkuasa:
Rekomendasi: Penyusunan kebijakan yang tegas, tidak tumpang tindih, dan transparan dalam pengelolaan lahan.
Agenda 2 : Pengembangan Pangan Lokal, Sistem Pangan Berbasis Masyarakat dan Kearifan Lokal
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Kesenjangan harga pangan.
Rekomendasi: Advokasi dan sosialisasi kepada masyarakat serta orang muda terkait isu pangan, serta mendorong pasar lokal yang memudahkan petani memasarkan hasil pertanian.
Database pangan lokal.
Rekomendasi: Mengadakan ruang sharing dan "Gerakan Pulang Kampung" untuk memperkuat database pangan lokal dan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pangan.
Ketergantungan pangan kepada pemerintah.
Rekomendasi: Menghentikan pendekatan program skala besar dan mendorong pemerintah untuk mengadakan pasar lokal yang mendukung petani, serta mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat.
Agenda 3 : Pengembangan Sistem Pangan Pesisir, Pulau Kecil, dan Pangan dari Laut
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Perusakan laut dan pemberian izin semena-mena.
Rekomendasi: Mencabut izin yang diberikan secara sembarangan dan mendorong wilayah kelola berbasis kearifan lokal untuk melindungi laut.
Kurangnya perlindungan pemerintah terhadap nelayan kecil.
Rekomendasi: Melindungi nelayan kecil dengan memastikan wilayah kelola berbasis kearifan lokal, mencegah privatisasi pesisir, serta mempermudah proses perizinan tanpa membebani nelayan.
Kebijakan pemerintah yang lemah terhadap nelayan kecil.
Rekomendasi: Mengesahkan Undang-Undang tentang Masyarakat Adat untuk memberikan perlindungan hukum bagi nelayan dan masyarakat adat.
Agenda 4 : Mendorong Konsumsi Berkelanjutan dan Pengelolaan Limbah Pangan
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Food waste akibat perilaku konsumtif dan minimnya pengelolaan limbah pangan.
Rekomendasi: Menyediakan anggaran untuk perbaikan TPA, membuat regulasi tentang limbah minimal dari usaha pangan, serta melaksanakan pelatihan pengolahan limbah pangan.
Minimnya edukasi dan literasi tentang pangan berkelanjutan.
Rekomendasi: Meningkatkan kampanye melalui media sosial dan kolaborasi komunitas untuk memperkenalkan praktik pangan berkelanjutan.
Rendahnya harga hasil pertanian yang menyebabkan food waste di tingkat petani.
Rekomendasi: Mendorong penerapan model pertanian yang didukung komunitas (Community Supported Agriculture) untuk meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi pemborosan hasil pertanian.
Agenda 5 : Dukungan untuk Pertanian Ekologis dan Resiliensi Sistem Pangan
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Penggunaan pupuk kimia yang merusak mikroorganisme dan ketergantungan pada bantuan pemerintah berupa pupuk kimia.
Rekomendasi: Memberikan pengetahuan dan pendampingan kepada petani tentang pemanfaatan pupuk organik, serta menggantikan bantuan pupuk kimia dengan pupuk organik dari pemerintah.
Petani kurang memanfaatkan kemajuan teknologi pertanian di era industri 4.0.
Rekomendasi: Sosialisasi dan pelatihan kepada petani untuk memanfaatkan teknologi pertanian yang berkelanjutan, serta membentuk rumah belajar untuk mengajarkan pengelolaan pertanian organik.
Harga jual hasil pertanian yang rendah.
Rekomendasi: Membangun pasar komunitas untuk petani, mengorganisir petani muda di setiap daerah, dan menghentikan monopoli pasar yang merugikan petani.
Agenda 6 : Regenerasi Petani Muda
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Stigma negatif terhadap petani dan pandangan buruk terhadap bertani.
Rekomendasi: Melakukan program peduli pangan sejak sekolah dasar untuk mengubah persepsi negatif dan menumbuhkan minat terhadap pertanian, serta mendorong pemerintah untuk menghadirkan role model petani sukses.
Petani muda terhambat modal usaha dan akses lahan pertanian.
Rekomendasi: Memberikan dukungan permodalan, alat, benih unggul, serta memfasilitasi penggunaan lahan kolektif dan koperasi untuk membantu petani muda mengatasi keterbatasan modal dan lahan.
Petani muda tidak dilibatkan dalam merumuskan kebijakan ketahanan pangan.
Rekomendasi: Mendorong pemerintah untuk melibatkan petani muda dalam perumusan kebijakan ketahanan pangan dan mendukung partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan.
Agenda 7 : Regionalisasi dan Desentralisasi Tata Kelola Sistem Pangan
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Sentralisasi pangan dan lemahnya diversifikasi pangan.
Rekomendasi: Menyelenggarakan pesta kuliner dan lokakarya tentang pangan lokal untuk meningkatkan keberagaman pangan.
Paradigma pemerintah yang menyerahtugaskan dan kurangnya inklusi petani serta orang muda.
Rekomendasi: Melibatkan petani dan generasi muda secara inklusif dalam program pangan lokal dan pengabdian masyarakat.
Kebijakan daerah yang lemah akibat kebijakan pusat yang dominan.
Rekomendasi: Alokasikan distribusi sembako dengan komoditas pangan lokal untuk memperkuat kebijakan daerah.
Dampak sentralisasi pangan pada produksi.
Rekomendasi: Mendorong sosialisasi dan pengembangan pangan lokal melalui program pengabdian masyarakat dan inisiatif desa.
Agenda 8 : Riset dan Inovasi untuk Transformasi Sistem Pangan
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Tidak sinkronnya database pertanian dan perikanan antara pusat dan daerah serta kurangnya pembaruan data.
Rekomendasi: Membangun kolaborasi data yang dapat diakses secara mudah terkait pangan darat dan laut.
Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap informasi dan akses data.
Rekomendasi: Menyebarluaskan informasi pangan lokal melalui situs terintegrasi, seperti aplikasi ING untuk menghitung nilai gizi.
Kurangnya pengetahuan tentang keberagaman dan gizi pangan yang tersedia.
Rekomendasi: Meningkatkan edukasi masyarakat tentang keberagaman dan gizi pangan melalui informasi yang lebih mudah diakses.
Alat dan mesin pertanian serta sarana produksi yang tidak tepat guna dan sasaran.
Rekomendasi: Mengadakan dialog dengan pemerintah lokal untuk memastikan ketersediaan sarana produksi pertanian dan perikanan yang tepat guna dan sasaran.
Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki sistem pangan yang erat dengan sumber pangan, pengetahuan, dan budaya yang beragam. Sektor pangan menghadapi tantangan berat untuk memenuhi kebutuhan dengan meningkatnya populasi, perubahan iklim, degradasi lahan dan kerusakan ekosistem serta keanekaragaman hayati. Kebutuhan akan pangan mendorong pembukaan lahan secara besar-besaran sehingga mengambil alih wilayah hutan dan mengancam kehidupan flora dan fauna. Alasan yang sama juga digunakan oleh pemerintah untuk merenggut hak atas lahan masyarakat adat untuk pertanian yang hanya berfokus pada kepentingan ekonomi. Tidak adanya pelibatan masyarakat terutama kelompok rentan menunjukkan hak partisipasi masyarakat yang direnggut secara paksa. Praktik pertanian monokultur skala besar yang menggunakan input kimia sintetis mengancam produktivitas tanah dan memicu kerusakan lingkungan, terutama air dan tanah. Lebih lanjut, praktik ini menyebabkan kerentanan seperti gagal panen yang berujung pada krisis pangan.
Ketidak adilan dan kesetaraan
• Pembangunan sektor pertanian dan pangan dilakukan dengan paradigma dan pendekatan yang sentralistik. Model pembangunan dilakukan terpusat dan diseragamkan padahal konteks dan sumber daya yang berbeda-beda. Akibatnya, proses produksi menjadi seragam dan keragaman sumber daya genetik pangan hilang
• Petani dan nelayan menjadi kelompok yang paling rentan dan miskin. Pada satu sisi mereka didorong untuk terus berproduksi, pada sisi lain kehidupannya tidak diperhatikan (pendapatan rendah, dirampas lahannya, dan lain sebagainya). Tidak mengherankan jika kehidupannya menyedihkan yang menyebabkan minat orang muda menurun jauh untuk menjadi petani maupun nelayan
•Perampasan lahan (tanah dan laut) masih terus terjadi dan meminggirkan petani, nelayan, masyarakat adat. Padahal itu merupakan ruang hidup, kehidupan dan ritus budaya masyarakat. Perampasan lahan menunjukkan persoalan ketidakadilan terhadap aset dan akses terhadap lahan yang nyata masih terjadi hari ini
• Kurangnya akses informasi dan pengetahuan terkait pangan dan pertanian, baik karena biaya yang tinggi maupun jarak yang jauh, menghasilkan disparitas terutama bagi masyarakat pedesaan dan masyarakat miskin kota
• Diskriminasi gender dalam akses pengetahuan, ekonomi, termasuk pengupahan di sektor pangan, di mana petani dan nelayan perempuan menanggung beban kerja yang sama dengan laki-laki, tetapi mendapatkan upah yang lebih rendah. Petani dan nelayan perempuan sering diabaikan karena dianggap tidak memiliki kapasitas pengetahuan yang cukup dalam sektor pertanian dan perikanan
Kurangnya Partisipasi Masyarakat
• Partisipasi orang muda dalam proses pengambilan keputusan masih terbatas. Hal ini menyebabkan kebijakan pertanian dan pangan kurang transparan dan tidak inklusif. Orang muda dan kelompok rentan lainnya tidak mendapatkan ruang partisipasi yang memadai
• perempuan dan kelompok rentan lainnya hanya dijadikan pemenuhan kuota partisipan tanpa betul-betul didengar suaranya.
Ancaman Terhadap Kemandirian Pangan
• Degradasi keberagaman pangan lokal. Penyeragaman produksi dan konsumsi pangan menyebabkan tidak hanya berkurang namun juga hilangnya berbagai jenis pangan lokal. hilangnya keragaman pangan akan meningkatkan ketergantungan terutama pangan impor. Keberagaman yang makin melemah justru meningkatkan kerentanan.
• Penyeragaman model produksi pada akhirnya mendorong terjadinya penyeragaman konsumsi pangan. Penyeragaman ini tidak hanya dilakukan dengan kebijakan produksi, namun juga dengan kebijakan pangan yang liberal. Tidak hanya sumber daya pangan lokal yang hilang, ketergantungan konsumsi pada pasar menyebabkan hilangnya akses pangan dan tidak terpenuhinya hak atas pangan terutama kelompok marginal.
• Peningkatan produksi dilakukan pemerintah tidak hanya dibuat seragam, namun juga diarahkan dalam skala luas (estate) dan tidak ramah lingkungan. Model pertanian ini tidak hanya mengancam kelestarian lingkungan namun juga kerap melanggar hak asasi manusia.