Di Festival Makanan Lokal di Museum Nasional Jakarta, Anna bertemu dengan Maria Cristina Sanchez Guerrero (NTFP-EP Asia), Agasta Adhiguna, dan Anang Setiawan (NTFP-EP Indonesia) - membahas bagaimana usaha yang dipimpin komunitas menghubungkan produsen kecil dengan pasar etis dan mendorong sistem pangan yang adil dan berkelanjutan.
🌾 Pada #HariPanganDunia ini, Anna Adamczyk dari GCBC berada di Indonesia untuk belajar dari “The Great Harvest of the Archipelago” - Panen Raya Nusantara (PARARA) - sebuah inisiatif yang merayakan produk dan produsen lokal, sehat, adil, dan berkelanjutan di Indonesia.
🤝 Dikoordinasi oleh NTFP-EP Indonesia, PARARA mengumpulkan lebih dari 30 organisasi, termasuk koperasi, kelompok perempuan, dan asosiasi pengrajin, untuk mempromosikan produk lokal berkelanjutan dan menghubungkan produsen kecil dengan pasar etis.
🌱 Pendekatan PARARA mencerminkan pekerjaan NTFP-EP yang lebih luas tentang Makanan dan Kesehatan Masyarakat Adat, yang mengadvokasi makanan hutan dan pengetahuan tradisional sebagai kunci bagi gizi dan keanekaragaman hayati. Dengan mendukung Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal untuk mengakses pasar, PARARA membantu memastikan mata pencaharian tetap berakar pada budaya dan ekosistem lokal.
🗨️ “Kami berusaha menghidupkan kembali mata pencaharian komunitas dengan memastikan pendapatan langsung mengalir kepada mereka, sambil membantu mereka menjangkau pasar di luar desa mereka dan menempatkan makanan lokal mereka di pusat perhatian.” - Maria Cristina Sanchez Guerrero, NTFP-EP Asia.
🌾🌏 Melalui Pusat Global untuk Keanekaragaman Hayati dan Iklim (GCBC), Institut Internasional untuk Lingkungan dan Pembangunan (IIED) bermitra dengan NTFP-EP dalam proyek Nature Nurture — mendukung komunitas di tempat-tempat seperti Kalimantan Barat, Indonesia, di mana penelitian memperkuat ketahanan pangan dan keanekaragaman hayati.
🔗 Jelajahi lebih lanjut tentang PARARA: https://parara.org/
🔗 Temukan proyek Nature Nurture: https://lnkd.in/e7NBFY6W
#WorldFoodDay #GCBC #IIED #NTFPEP #PARARA #Biodiversity #IndigenousFood #SustainableLivelihoods #FairTrade #FoodSystems #NatureNurture #FAO
Artikel diterjemahkan dari: https://www.linkedin.com/posts/the-global-centre-on-biodiversity-for-climate_worldfoodday-worldfoodday-gcbc-activity-7384513482861481985-OEl2
Petani madu memanjat pohon tinggi untuk memanen madu dari Gunung Mutis di Pulau Timor (Foto: CIFOR-ICRAF)
Tema FAO untuk Hari Lebah Sedunia 2025, “Bee Inspired by Nature to Nourish us all (Terinspirasi oleh Alam untuk Menyehatkan Kita Semua)”1
Kita mengonsumsi madu di atas pancake, dalam teh, tetapi kita jarang menyadari pentingnya peranan pembuat madu, lebah, dalam ekosistem kita. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menyatakan bahwa “Berkat lebih dari 20.000 spesies lebah dan berbagai penyerbuk liar lainnya, kita dapat memproduksi sebagian besar tanaman pangan yang kita konsumsi. Penyerbuk sangat penting bagi produksi pangan, 75% tanaman pangan di dunia bergantung pada mereka2.”
Madu juga kaya akan antioksidan dan zat antibakteri. Asia, termasuk Indonesia, merupakan habitat lebah raksasa Asia, Apis dorsata, yang sering hidup di sarang terbuka di pohon hutan dan membantu penyerbukan spesies pohon hutan. Sayangnya, lebah-lebah ini terdampak oleh perubahan iklim, konversi lahan dan hutan, serta faktor lain. Karena madu dikenal dapat meningkatkan kekebalan tubuh, madu palsu diproduksi secara massal di seluruh negeri. Hal ini terutama terjadi selama pandemi3.

Pada 22 Mei, Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI), sebuah asosiasi yang terdiri dari 9 anggota di 7 pulau dan 1.500 petani, mengadakan serangkaian kegiatan untuk memperingati Hari Lebah Sedunia, untuk menarik perhatian pada pentingnya penyerbukan lebah dan meningkatkan kesadaran tentang kontribusi madu bagi kesehatan manusia.
Lebih dari 70 pengumpul dan pengolah madu hutan, ilmuwan, dokter, organisasi masyarakat sipil, dan media hadir secara daring dan luring di PARARA Indonesian Ethical Store di Jakarta Selatan untuk mengikuti acara tersebut.

Dr. Rika Raffiudin dari Universitas IPB (Institut Pertanian Bogor) membagikan penelitian pionir yang dilakukan pada spesies Apis dorsata di Indonesia, yang berpotensi menemukan spesies lebah baru, serta menekankan ancaman hilangnya habitat lebah dan kebijakan yang dibuat untuk melindungi situs sarang lebah. Ancaman hilangnya habitat lebah juga disuarakan oleh anggota JMHI di Riau (Wazar) dan Sumbawa (Junaidi) terkait konversi hutan menjadi perkebunan monokultur yang luas. Ironisnya, Dr. Eddy Kristianto membagikan potensi produk bernilai tambah dari madu, seperti anggur madu dan kombucha madu. Konversi hutan menjadi perkebunan akan menghilangkan potensi tersebut.
Setelah sesi berbagi pengetahuan, pembahasan beralih ke pasar dan jaminan. Susilo dari PT Talasi, pembeli produk alami berbasis di Bali, membagikan bagaimana perusahaan sedang berkembang dan minat untuk menerima dan memasarkan madu hutan dari wilayah tambahan semakin meningkat. Kementerian Pertanian (KemenTan) dan Kementerian UMKM juga memberikan masukan, dengan yang pertama membagikan persyaratan baru tentang pendaftaran veteriner dan yang terakhir menyatakan minat untuk berkolaborasi.

Bapak Rasdi Wangsa memaparkan tentang Forest Harvest Collective Mark (FHCM), label hutan komunitas yang baru muncul, yang didirikan bersama petani dan komunitas untuk mempromosikan dan membangun kepercayaan antara konsumen dan pembeli produk hutan seperti madu.
Pertemuan ditutup dengan blind honey taste testing, yang mengungkapkan karakteristik jelas dari berbagai madu, dengan peserta membagikan rasa kompleks madu hutan [1] dibandingkan dengan madu kotak sarang yang lebih sederhana dan kurang kompleks yang dihasilkan oleh lebah Italia impor.
Bagi yang menghadiri JMHI World Bee Day untuk pertama kalinya, ini merupakan pengalaman yang membuka wawasan tentang pentingnya madu hutan dan urgensi melindungi habitat lebah asli. Bagi peserta yang kembali dan anggota JMHI, ini adalah waktu untuk memulihkan energi dalam perjuangan bersama dan merumuskan strategi untuk mengatasi tantangan serta memanfaatkan peluang. Bagi semua, ini tentu saja waktu untuk “Bee Inspired by Nature to Nourish us All”
Jumat, 7 Maret 2025
Hybrid, PARARA Indonesian Ehical Store dan Zoom Meeting
Diskusi dimulai dengan sambutan pembuka dan penjelasan tujuan diskusi, yaitu membahas kriminalisasi yang dialami perempuan pejuang lingkungan dan HAM serta urgensi perlindungan hukum bagi mereka. Diskusi menyoroti fenomena SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation), yaitu upaya membungkam masyarakat yang bersuara kritis, terutama dalam memperjuangkan hak lingkungan dan hak hidup. Banyak masyarakat yang menyuarakan ketidakadilan justru dikriminalisasi menggunakan pasal-pasal hukum yang dicari-cari agar mereka terjerat. Sektor paling terdampak adalah perkebunan, kehutanan, dan pertambangan, sebagaimana data WALHI selama 10 tahun terakhir. Negara sendiri kerap kali berperan sebagai fasilitator atau bahkan pelaku SLAPP. Meski Indonesia memiliki Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Permen LHK No. 1 Tahun 2024, perlindungan hukum masih terbatas dan kurang memberikan efek jera. Tantangan lain yang dihadapi adalah belum adanya undang-undang partisipasi publik yang melindungi hak masyarakat secara luas.




Diskusi juga membahas kasus di Buol, Sulawesi Tengah. Sejak tahun 1995, masyarakat yang mayoritas adalah nelayan dan petani menghadapi perampasan lahan oleh PT Handaya Inti Plantation. Lahan pertanian seperti sawah, kebun kopi, dan kebun cokelat dirusak demi ekspansi sawit. Perusahaan menguasai lahan dengan izin HGU yang melebihi batas, sementara masyarakat yang memperjuangkan hak mereka menghadapi intimidasi dan kriminalisasi. Perempuan, yang banyak menjadi tulang punggung keluarga, harus bekerja sebagai buruh tani dengan upah rendah dan beban kerja ganda. Selain itu, masyarakat dibebankan utang sebesar Rp 1 triliun tanpa transparansi dari pihak perusahaan, memperparah ketidakadilan yang mereka alami.
Kasus lain diangkat dari Seluma, Bengkulu, di mana perempuan turut berjuang melawan tambang pasir besi sejak tahun 2010. Mereka menghadapi ancaman, intimidasi, dan pelecehan verbal saat mempertahankan sumber penghidupan berupa remis, sejenis kerang yang menjadi makanan pokok di saat paceklik dan menjadi simbol perjuangan mereka dalam mempertahankan laut mereka (termasuk pasir). Perusahaan tambang sempat berhenti beroperasi pada 2023, namun tekanan dari pihak aparat dan perangkat desa terus berlanjut agar warga menghentikan perlawanan. Meski demikian, para perempuan di Seluma membentuk komunitas demi menjaga kelestarian remis dan lingkungan desa mereka dan melanjutkan perjuangannya. Tambang pasir besi ini dianggap sebagai ancaman besar bagi ekosistem pesisir dan laut yang menjadi sumber kehidupan warga. Selain kerusakan lingkungan, penambangan juga mengancam hilangnya remis yang menjadi sumber ekonomi utama perempuan di sana. Perempuan Seluma memilih berada di garis depan karena pengalaman masa lalu di mana laki-laki yang berjuang lebih dulu mendapatkan represi keras, termasuk penangkapan dan intimidasi. Mereka terus bertahan meski mendapat ancaman hukum dan sosial dari berbagai pihak.
Tantangan besar yang dihadapi adalah paradoks kebijakan, di mana petani dihargai secara retorika, tetapi lahan mereka justru dialihfungsikan. Aparat penegak hukum juga kurang memahami SLAPP, meski sudah ada edaran dari Mahkamah Agung. Ketidakkonsistenan dalam memperjuangkan hak menjadi celah bagi pihak yang ingin membungkam gerakan rakyat. Konsistensi menjadi kunci, karena kompromi hanya akan memperpanjang rantai kekerasan dan ketidakadilan bagi generasi berikutnya.

12 Februari 2025
PARARA Indonesian Ethical Store, Kemang, Jakarta Selatan
26 orang Offline ; 5 Orang Online
Trend Asia adalah organisasi kampanye untuk transformasi energi dan pembangunan berkelanjutan di Asia. Salah satu fokus kerja Trend Asia adalah energi terbarukan. Indonesia memiliki cadangan batu bara yang cukup besar (peringkat ke-4 di Asia). Hal ini menjadi isu penting untuk dikampanyekan agar pemanfaatannya dihentikan, mengingat dampaknya terhadap krisis iklim dan perubahan iklim.
Sektor energi, khususnya yang berbasis batu bara dan turunannya, merupakan penyumbang emisi terbesar dalam krisis iklim. Indonesia sendiri menempati peringkat ke-6 dunia pada tahun 2022 sebagai penyumbang emisi karbon dari sektor energi. Selain itu, dalam kurun waktu 2013–2022, Indonesia menempati peringkat ke-2 dunia dalam penyumbangan emisi karbon akibat alih fungsi lahan.
Sebagian besar tambang batu bara di Indonesia menggunakan teknik open-pit mining, yang menyebabkan perambahan hutan dan alih fungsi lahan secara masif. Batu bara yang ditambang digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), di mana batu bara dibakar untuk menghasilkan uap panas yang menggerakkan turbin dan kemudian dikonversi menjadi tenaga listrik. PLTU banyak terdapat di Pulau Jawa, sementara cadangan batu bara terbesar berada di Kalimantan dan Sumatera.
Saat ini, terjadi kelebihan pasokan listrik di Jawa, mencapai 40%, akibat banyaknya PLTU. Baik digunakan maupun tidak, kelebihan energi ini tetap harus dibayar, karena sebagian besar tenaga listrik dihasilkan oleh pihak swasta yang telah menjalin kerja sama dengan PLN. Beban pembayaran ini ditanggung oleh negara melalui APBN serta oleh masyarakat. Kondisi ini terjadi di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yang saling terhubung, sedangkan di pulau-pulau lainnya, jaringan listrik masih belum terintegrasi satu sama lain.
Perubahan iklim kini menjadi masalah global. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon hingga 29% dengan usaha sendiri atau hingga 41% dengan bantuan internasional. Salah satu skema yang diusulkan adalah kemitraan transisi energi yang berkeadilan, yang bertujuan untuk memensiunkan PLTU yang sudah tua dan tidak lagi efisien. Penggantinya bisa berupa PLTU yang lebih baru atau dengan transisi ke energi terbarukan.
Energi terbarukan di Indonesia memiliki potensi besar, seperti tenaga air, tenaga surya, tenaga angin, dan panas bumi. Beberapa masyarakat yang tidak memiliki akses listrik dari pemerintah bahkan telah menerapkan penggunaan energi terbarukan secara mandiri.
Di beberapa lokasi, energi terbarukan sudah diterapkan dalam skala kecil, seperti di tingkat desa, sekolah, dan kecamatan. Pemanfaatan bendungan air, panel surya, serta tenaga angin telah berjalan dan menjadi solusi bagi daerah yang belum terjangkau oleh jaringan listrik nasional. Menariknya, sebagian besar lokasi yang menggunakan energi terbarukan justru merupakan wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar, di mana akses listrik dari PLN dan negara masih sangat terbatas.
Panas bumi juga merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang potensial. Namun, eksplorasi dan pemanfaatannya sering kali menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, terutama karena cadangan panas bumi kerap berada di kawasan permukiman, hutan, atau wilayah lain yang memiliki nilai ekologis dan sosial yang tinggi. Oleh karena itu, pengembangan energi panas bumi masih menghadapi tantangan besar dalam memastikan penerapannya yang benar-benar berkelanjutan dan berkeadilan.



Pada Selasa, 11 Februari 2025, PARARA Indonesian Ethical Store mengadakan workshop membatik bersama Mba Endang dari Omah Batik Sekar Turi, Yogyakarta. Workshop ini memberikan kesempatan bagi peserta untuk mengenal lebih dalam tentang batik, baik dari segi sejarah maupun teknik pembuatannya. Mba Endang memulai karier membatik pada tahun 2009 dengan mengusung tema pencampuran motif batik tradisional dan batik kontemporer menjadi satu motif baru.
Kegiatan dimulai dengan pemaparan mengenai batik dan berbagai motif tradisional yang berkembang di Indonesia. Selain itu, peserta juga diperkenalkan dengan konsep batik kontemporer atau intuitive batik, yang menawarkan kebebasan berekspresi melalui pola dan warna. Setelah sesi penjelasan, peserta langsung mempraktikkan teknik membatik pada sepotong kain, mengombinasikan motif tradisional dengan pendekatan kontemporer.

Dalam proses membatik, digunakan malam sebagai perintang warna, sementara pewarnaan dilakukan dengan pewarna alami berbasis indigo untuk mendapatkan warna biru. Pencelupan ke dalam indigo dilakukan dua kali untuk mendapatkan warna biru yang cukup kuat. Untuk mengunci warna, kain kemudian direndam dengan cuka dapur sebelum tahap akhir, yaitu peluruhan malam melalui proses perebusan dalam air panas.
Workshop ini tidak hanya menjadi ajang belajar teknik membatik, tetapi juga memperkuat apresiasi terhadap batik sebagai warisan budaya yang terus berkembang seiring waktu.















23 Januari 2025
PARARA Indonesian Ethical Store
14 orang hadir Offline
Slogan "sehat" sering membuat makanan terdengar kurang menarik, terutama bagi anak muda. Daripada hanya menekankan aspek kesehatan, strategi pemasaran dapat lebih menonjolkan faktor lain yang lebih menarik, seperti cita rasa, pengalaman makan, atau cerita di balik produk.
Target pasar juga harus ditentukan dengan jelas. Jika sasarannya adalah anak muda, maka pendekatannya perlu lebih simpel, modern, dan sesuai dengan preferensi mereka. Gen Z cenderung menyukai sesuatu yang praktis, memiliki desain visual yang menarik, serta memiliki cerita yang membuat mereka merasa terhubung dengan produk tersebut.
Salah satu cara untuk meningkatkan daya tarik adalah dengan menerapkan storytelling pada menu. Selain mencantumkan nama makanan atau minuman, informasi tambahan seperti asal-usul bahan baku, petani yang memproduksi, atau daerah asal makanan tersebut dapat disertakan. Hal ini tidak hanya meningkatkan nilai produk tetapi juga memberikan pengalaman yang lebih bermakna bagi konsumen. Sebagai contoh, makanan berbahan dasar lokal yang kurang umum, seperti mie sagu atau brownies sorgum, mungkin awalnya tidak memiliki daya tarik yang kuat. Namun, ketika konsumen mengetahui cerita di baliknya, mereka cenderung lebih menghargai dan menikmati produk tersebut.
Aspek harga juga menjadi pertimbangan penting, mengingat banyak yang menganggap makanan sehat cenderung mahal. Oleh karena itu, diperlukan strategi harga yang lebih inklusif, seperti paket bundling atau promosi yang membuat produk lebih terjangkau. Selain itu, citra makanan sehat yang sering dikaitkan dengan atlet atau pecinta olahraga perlu diperluas agar dapat menarik lebih banyak segmen pasar.
Pendekatan inovatif dalam menyesuaikan produk dengan preferensi anak muda juga menjadi kunci. Sebagai contoh, terdapat produsen kembang goyang yang bekerja sama dengan mahasiswa Binus dalam mengembangkan produk agar lebih sesuai dengan selera generasi muda. Hasil riset menunjukkan bahwa ukuran kecil lebih disukai karena lebih praktis dan tidak meninggalkan remah saat dikonsumsi. Inovasi ini memungkinkan produk tersebut berhasil menembus pasar ritel modern seperti Indomaret dan Alfamart di Tangerang.
Strategi pemasaran harus lebih relevan dengan kebiasaan dan preferensi anak muda saat ini. Pendekatan storytelling pada menu dinilai efektif dalam meningkatkan daya tarik dan nilai produk. Selain itu, diperlukan strategi komunikasi yang lebih menarik agar makanan sehat tidak hanya dikaitkan dengan gaya hidup mahal atau olahraga.
Pihak Binus menyatakan kesediaannya untuk berkolaborasi dalam penyelenggaraan workshop terkait pangan lokal atau kerajinan berbasis komunitas. Workshop ini diharapkan dapat menjadi wadah edukasi sekaligus memperluas pemahaman mengenai keberlanjutan pangan lokal di kalangan mahasiswa dan masyarakat umum. Selain itu, Parara juga dipertimbangkan sebagai platform potensial untuk memperkenalkan makanan lokal dengan konsep yang lebih modern dan sesuai dengan tren pasar saat ini.


