Pada 6 September, 51 mahasiswa dan anggota CSO Bogor mengikuti tur kampus di IPB bersama Lawalata. Mahasiswa dalam tiga kelompok mempersiapkan makanan sehat dan mendengarkan sharing dari petani Gen Z serta Chef yang mempromosikan makanan lokal. Mereka terinspirasi oleh mahasiswa IPB yang berani memilih menjadi petani daripada beralih ke industri lain.
Pada tur kampus Universitas Mercu Buana (UMB) pada 18 September 2024, hampir 50 mahasiswa diajak untuk memahami pentingnya gastronomi Indonesia, baik untuk kedaulatan pangan, keseimbangan iklim global, maupun kesehatan. Sebanyak 30 mahasiswa berhasil menulis resep makanan Indonesia lokal yang jarang ditemukan, dan beberapa mahasiswa menjadi sukarelawan dalam demo masak dua masakan Indonesia dari Jawa dan Papua.
Selama PARARA Youth Month, Parara juga mengadakan webinar yang melibatkan pemuda dari berbagai wilayah di Indonesia. Masing-masing pemuda dari tiap daerah cukup antusias terlibat diskusi dengan para narasumber yang diundang.
Pemuda menyadari banyak cara untuk melestarikan kearifan lokal, seperti budaya menanam padi dan ritual serta tarian yang dilakukan sebelum menanam padi. Mereka juga memberikan pelatihan media untuk mendokumentasikan kearifan lokal melalui podcast, Instagram, dan artikel. Salah satu pembicara berbagi upaya meningkatkan nilai makanan lokal melalui kedai kopi inovatif yang menyajikan camilan singkong dan minuman daerah.
Pemuda berbagi pengalaman pertukaran pemuda urban dan rural, yang menginspirasi kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi masalah bersama. Mereka juga meluncurkan buku yang berbagi pengalaman tersebut.
Pemuda menginisiasi inovasi pertanian berkelanjutan dan gaya hidup sehat, seperti pertanian organik dan kamp pelatihan untuk petani muda serta mempromosikan makanan lokal dan pertanian organik melalui media sosial.
Pembicara berbagi inisiatif pemuda dalam mengelola sampah di Taman Nasional Komodo dan mempromosikan sereal lokal seperti sorgum.
YafKam sebuah organisasi di Kabupaten Tambrauw, Papua, berbagi upaya mereka dalam membangun pasar lokal yang menampilkan makanan lokal. Simon Tabuni juga membagikan pengalaman mengembangkan toko buah dan sayur, Anggimart, di Manokwari, Papua.
Meskipun Indonesia diproyeksikan akan mendapatkan bonus demografi pada dekade ini, dengan jumlah individu produktif dari Generasi Z dan milenial yang lebih banyak dibandingkan generasi lainnya, yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih besar, Generasi Z dan milenial sering kali berada di persimpangan jalan. Untuk berbagi inisiatif dan pemikiran pemuda mengenai tema-tema ini, PARARA berkembang, mengingat gaya hidup dan pilihan makanan mereka yang sering tidak sehat, yang dapat menimbulkan risiko kesehatan.
Untuk mempertimbangkan peluang dan tantangan ini, PARARA menyelenggarakan serangkaian kegiatan seputar Hari Makanan Internasional dengan melibatkan berbagai kelompok pemuda. Lebih dari lima kelompok pemuda bekerja sama untuk menyelenggarakan acara ini, yang dihadiri oleh 311 individu dalam delapan acara selama perayaan Hari Pemuda Dunia yang berlangsung selama sebulan. Acara tersebut dilaksanakan dari 28 Agustus hingga 20 September 2024.
Alih-alih hanya mengadakan satu acara, PARARA menyelenggarakan rangkaian acara selama satu bulan untuk menekankan pentingnya perubahan sistem pangan yang transformasional serta ekosistem sumber daya alam yang terkait.
Acara-acara tersebut meliputi peluncuran acara dengan media yang melibatkan berbagai pihak dari industri makanan, seperti seorang Master Chef, startup makanan lokal milenial, serta kelompok pemuda yang fokus pada isu pangan dan kesehatan. Selain itu, sebuah buku pemuda juga diluncurkan, bersama dengan serangkaian film tentang hak-hak adat dan pangan. Dua kunjungan kampus dan lima webinar yang mencakup enam wilayah juga diselenggarakan.
PARARA mengangkat tema PBB untuk Hari Pemuda Internasional 2024, yaitu "Jalur Digital untuk Pembangunan Berkelanjutan", untuk menambah elemen berbagi dan pembelajaran antar-generasi. Para pemuda sangat terampil dengan gadget dan kemampuan online mereka untuk mengembangkan aplikasi dan berkomunikasi dengan desain grafis. Namun, memahami dan mengembangkan potensi aset lokal, pengetahuan lokal, sejarah lokal, budaya lokal, serta keuntungan geografis lokal, juga berarti berinteraksi dengan mereka yang telah lebih lama berada di bumi ini dan memiliki pengalaman yang lebih panjang. Oleh karena itu, tema acara ini adalah "Solidaritas Antar-Generasi: Kepulauan yang Berkelanjutan."
Hasil dari acara ini adalah terbangunnya solidaritas pemuda di seluruh kepulauan, yang membuka jalan bagi acara hybrid di bulan berikutnya (Oktober) yang mengarah pada pembentukan kelompok pemuda yang mempromosikan makanan lokal. Acara pemuda tambahan diselenggarakan secara mandiri setelah acara yang diorganisir oleh PARARA, yang menghasilkan pembelajaran lebih lanjut dan identifikasi peluang kolaborasi baru.
PARARA memperkenalkan maskot desain visual TePa yang dikembangkan oleh mahasiswa Universitas Mercu Buana untuk menarik perhatian konsumen Gen Z, yang semakin tertarik pada makanan lokal. KATA (Kaum Muda Tanah Air Indonesia) meluncurkan buku tentang pertukaran urban dan rural di Sulawesi Selatan, yang menginspirasi kegiatan PARARA untuk mengajak mahasiswa dari desa dan kota belajar bersama. Pemuda juga menampilkan upaya pengembangan tempe berbahan kacang lokal dan promosi pilihan makanan sehat.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Desain Seni Kreatif (FDSK) Universitas Mercu Buana Jakarta berkolaborasi dengan Parara (Panen Raya Nusantara) sukses menggelar acara Visualicious, sebuah pameran desain yang mengangkat produk-produk lokal Indonesia.
Acara yang berlangsung selama tiga hari (28-30/6/2024) di PARARA Indonesian Ethical Store and Cafe, Kemang, Jakarta Selatan ini melibatkan para mahasiswa desain komunikasi visual (DKV) Universitas Mercu Buana dari berbagai angkatan.
Irfandi Masnur, S.Pd, M.Sn, Kaprodi DKV Mercu Buana, sangat mengapresiasi acara yang digagas para mahasiswa dan dosen ini. “Visualicious telah menunjukkan kemampuan luar biasa mahasiswa DKV Mercu Buana dalam berkolaborasi dan bersinergi dengan berbagai pihak. Acara ini memperlihatkan bagaimana desain yang baik dapat mengangkat nilai produk lokal dan memberikan dampak nyata pada masyarakat. Saya sangat bangga dengan pencapaian mahasiswa kami,” ungkapnya.
Beragam ide untuk mengangkat nilai produk lokal di dalam masyarakat dieksekusi dengan baik dengan menggabungkan seni dan fungsi dalam desain yang merespon isu di masyarakat.
Acara dimulai dengan talkshow bertajuk “Storytelling and Visual Designing Local Products” oleh Febryan Wishnu, seorang pegiat Ekonomi Kreatif, yang juga alumni Universitas Mercu Buana. Menurut Wisnu, menggabungkan narasi kuat dengan desain visual yang efektif sangat penting untuk mempromosikan produk lokal.
Wisnu juga menambahkan tentang pentingnya desain yang efektif bukan hanya sekadar estetika. “Bagaimana kita menceritakan kisah di balik setiap produk,” ungkapnya.
Wisnu pun mengapresiasi pameran Visualicious yang diselenggarakan DKV Mercu Buana ini karena membuktikan bahwa desain dapat menjadi jembatan antara produk lokal dan pasar yang lebih luas, membantu mereka mendapatkan apresiasi yang layak.
Rizal Bay Khaqi, S.Ds, M.Sn, mengangkat wayang sebagai strategi bercerita dalam memperkenalkan produk lokal serta menyuarakan situasi petani lokal di Indonesia. Pada kesempatan tersebut ia mengajak peserta memahami filosofi dan teknik dasar desain wayang sekaligus menampilkan pentas wayang moderen yang mengangkat isu tentang dilema orang tua petani yang tidak bsia meneruskan legazy pertanian mereka kepada anaknya, karena kurangnya minat anak muda untuk meneruskan profesi petani.
Hari kedua menampilkan talkshow “Research of Gen Z Empathy For Visual Concept Design” dan sesi “Exploria With Tepa” oleh Ath Thariq Kartanegara yang memperkenalkan maskot TEPA untuk mendukung promosi produk lokal PARARA. Ditutup dengan talk “Local Food: The Fading Charm” oleh Muhammad Fais Ikhwan Roozaqy yang membahas penggunaan motion graphic untuk menghidupkan minat terhadap makanan lokal. Keduanya merupakan mahasiswa Tugas Akhir DKV Mercu Buana yang terlibat dalam kegiatan kali ini.
Hari ketiga berisi talkshow “Rice Up Your Life” yang menghadirkan dua pegiat pertanian organik, Sudaryanto dan Pandu. Keduanya pun menekankan tentang pentingnya pertanian organik, bukan hanya pada sistem tanam, namun juga sebagai filosofi yang berbicara tentang keseimbangan nilai-nilai kehidupan.
Visualicious berhasil memberikan wawasan baru dan apresiasi mendalam terhadap kekayaan budaya lokal melalui inovasi desain yang ditampilkan mahasiswa DKV Mercu Buana terutama di kalangan anak muda.
”Acara ini diharapkan dapat menginspirasi generasi muda, khususnya Gen Z, untuk mencintai dan mengenal produk serta pangan lokal Indonesia, seperti sorgum, madu, sagu, singkong, kapulaga, pala, dan produk lainnya,” tutup Novena Ulita, S.Pd, M.Sn, Dosen Studio 4 DKV Mercu Buana.
JAKARTA - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FDSK Mercu Buana, sukses menggelar pameran desain yang mengangkat produk-produk lokal Indonesia melalui acara Visualicious.
Irfandi Musnur, Kaprodi DKV Mercubuana, mengatakan melalui acara Visualicious ini, mahasiswa DKV di universitas tersebut mampu menunjukkan kemampuannya dengan menggabungkan seni dan fungsi dalam desain untuk merespon isu di masyarakat.
“Acara ini memperlihatkan bagaimana desain yang baik dapat mengangkat nilai produk lokal dan memberikan dampak nyata pada masyarakat. Saya sangat bangga dengan pencapaian mahasiswa kami,” kata Irfandi, Minggu (30/6/2024).
Acara ini berlangsung dari tanggal 28 hingga 30 Juni 2024, di PARARA Indonesia Ethical Store and Cafe, Kemang, Jakarta Selatan.
Novena Ulita, Dosen Studio 4 DKV Mercu Buana, berharap melalui acara yang luar biasa ini, juga dapat memberikan pengalaman bagi para mahasiswa untuk terus dapat mengasah kreativitas mereka dalam desain kampanye media yang berdampak.
“Semoga dapat menginspirasi generasi muda khususnya gen z untuk mencintai dan mau mengenal produk serta pangan lokal Indonesia seperti sorgum, madu, sagu, singkong, kapulaga, pala, dan produk lainnya,” harap Novena.
Visualicious hari pertama dengan tema “Kreativitas dan Budaya Lokal”, dimulai dengan talkshow bertajuk “Storytelling and Visual Designing Local Products” yang dihadiri oleh Febryan Wishnu, seorang penggiat ekonomi kreatif.
Febryan Wishnu pada kesempatan tersebut mengatakan bahwa narasi kuat dengan desain visual yang efektif merupakan kombinasi yang penting untuk mempromosikan produk-produk lokal.
“Desain yang efektif bukan hanya sekadar estetika, tetapi juga tentang bagaimana kita menceritakan kisah di balik setiap produk. Pameran DKV Mercu Buana ini menunjukkan bahwa desain dapat menjadi jembatan antara produk lokal dan pasar yang lebih luas, membantu mereka mendapatkan apresiasi yang layak,” kata Wisnu.
Setelah talkshow pada hari pertama, dilanjut dengan kegiatan workshop pembuatan karakter wayang oleh Rizal Bay Khaqi, yang mengajak para peserta untuk memahami filosofi dan teknis dasar desain wayang.
Hari kedua Visualicious dengan tema “Proses Riset dan Perancangan Desain Mempromosikan Makanan Sehat untuk Gen Z”, dimulai dengan talkshow “Research of Gen Z Empathy for Visual Concept Design”, dan sesi “Exploria with Tepat” oleh Ath Thariq Kartanegara, dan ditutup dengan “Local Food: The Fading Charm” oleh Muhammad Fais Ikhwan Roozaqi.
Sementara itu pada hari ketiga, membawakan tema “Inovasi dalam Pertanian dan Merancang Visual pada Kampanye”. Acara dimeriahkan dengan talkshow “Rice Up Your life - Penggiat Pertanian Organik Bapak Sudaryanto dan Bapak Pandu”, yang menekankan pentingnya pertanian organik.
Jika mendengar kata “makanan” yang kita bayangkan tentunya beragam hidangan lezat. Bahkan kita teringat akan sensasi wangi makanan dan rasa gurih, asin, manis, asam serta pedas dari bumbu penyedap. Membayangkannya saja membuat selera makan bergelora.
Bagi semua makhluk hidup termasuk manusia, makanan merupakan sumber energi yang diperlukan tubuh seperti karbohidrat, lemak, protein dan zat-zat lainnya yang mendukung pertumbuhan tubuh dan menjaga keseimbangan proses-proses dalam tubuh sehingga dapat beraktivitas dengan normal. Namun fungsi makanan semakin berkembang karena inovasi yang terus dilakukan manusia. Makanan menjadi bagian dari identitas kebudayaan masyarakat wilayah tertentu dan menjadi daya tarik dalam bisnis pariwisata serta industri hiburan.
Sejak fenomena “Korean Wave” terjadi 2 dekade terakhir secara global hingga ke Indonesia, masyarakat terkhususnya generasi milenial hingga generasi z tidak hanya menyukai drama korea dan musik kpop tetapi juga kulinernya. Tren mukbang menjadi bagian yang tak kalah penting dalam mengenalkan kuliner dari negara yang juga terkenal dengan kecanggihan teknologinya tersebut.
Lalu bagaimana dengan kuliner Indonesia? Tentu hidangan khas Indonesia tak kalah beragamnya karena terdapat 34 provinsi yang setiap wilayahnya memiliki menu beragam pula. Diantaranya Rendang yang berasal dari Sumatera Barat, Coto Makassar dari Sulawesi Selatan, Rawon dari Jawa Timur, Ketoprak dari Jakarta, Bagar ikan dari Bengkulu dan masih banyak lagi. Kesegaran dan sensasi rasa yang dihasilkan dari rempah-rempah bumbu penyedap makanan tersebut membuatnya semakin digemari banyak orang. Makanan tersebut telah mewakili daerahnya masing-masing karena mencerminkan identitas kebudayaan serta menjadi bagian penting yang perlu didapatkan ketika orang-orang berwisata ke daerah.
Mengingat banyaknya makanan dari negara luar yang turut meramaikan kuliner negara zamrud khatulistiwa ini dan inovasi di bidang pangan terus berkembang, agar masakan khas nusantara ini tidak terlupakan oleh masyarakat perlu dilakukan pendokumentasian teknik memasak, resep, model pengelolaan dan pengenalan secara terus menerus antar generasi. Karena makanan bukan hanya soal mengenyangkan, tapi ada nilai dan kisah dibalik hidangan tersebut yang layak dihargai sebagai penanda keberadaan sebuah bangsa. Ya walaupun sejarah telah mencatat bahwa sudah sejak ratusan tahun lalu kuliner nusantara dalam perkembangannya juga dipengaruhi oleh masakan dari Tionghoa, India, Arab, dan Eropa.
Untuk membahas lebih lanjut tentang kuliner khas Indonesia, Blog PARARA ini akan menyediakan beragam pengetahuan masyarakat di akar rumput yang ditemani konsorsiumm, mengenai ragam pangan, model pengelolaannya, dan resep-resep memasaknya, dalam edisi Agustus hingga September mendatang. Selain untuk mengenalkan makanan, ini menjadi usaha dalam menjaga keunikan budaya nusantara di bidang pangan. Sampai jumpa di blog selanjutnya.