Tanggal: 18 Oktober 2024.
Lokasi: Jakarta, PARARA Indonesian Ethical Store.
Acara Hari Pangan Sedunia ini mengumpulkan berbagai kelompok pemangku kepentingan untuk membahas masalah pangan yang mendesak di Indonesia dan mengeksplorasi jalur menuju kebijakan pangan yang berkelanjutan. Dengan fokus pada keterlibatan pemuda, diskusi bertujuan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh sistem pangan dan mempromosikan solusi inovatif.
Pertemuan ini mengidentifikasi beberapa tantangan kritis yang memengaruhi lanskap pangan Indonesia:
Acara ini menampilkan berbagai kegiatan yang dirancang untuk mendorong dialog dan kolaborasi di antara peserta:
Para peserta terlibat dalam diskusi yang hidup mengenai topik-topik seperti:
Acara Hari Pangan Sedunia ini menekankan pentingnya reformasi kebijakan yang komprehensif, keterlibatan aktif masyarakat, dan pendekatan inovatif untuk membangun sistem pangan yang tangguh dan inklusif di Indonesia. Keterlibatan aktif pemuda dianggap sangat penting untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di sektor pangan.
Pada 19 Oktober 2024, pemuda dari berbagai daerah dibagi ke dalam beberapa kelompok untuk berdiskusi mengenai naskah "Transformasi Sistem Pangan Negara Kepulauan: Suara Masyarakat Sipil untuk Perubahan Kebijakan Menuju Sistem Pangan yang Beragam, Adil, dan Lestari". Setiap kelompok menyajikan solusi dari 8 agenda yang terdapat dalam naskah tersebut. Hasil diskusi ini kemudian menghasilkan deklarasi Orang Muda Peduli Pangan Lokal dan terbentuklah komunitas baru anak muda yang bernama Orang Muda Peduli Pangan Lokal (OMPPL).




Dalam rangka memperingati Hari Pangan Internasional di tanggal 16 Oktober, PARARA dengan berbagai mitra dan orang muda representatif dari setiap pulau di Indonesia mengadakan pertemuan.
Diskusi dilakukan oleh orang muda membahas naskah “Transformasi Sistem Pangan Negara Kepulauan : Suara Masyarakat Sipil untuk Perubahan Kebijakan Menuju Sistem Pangan yang Beragam, Adil dan Lestari” yang memiliki 8 agenda perubahan.
Orang muda yang hadir dibagi menjadi 4 kelompok untuk membahas 8 agenda perubahan.
Agenda 1 : Penataan Agraria dan Tata Ruang Produksi Pangan
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Alih fungsi lahan untuk proyek besar dan berkurangnya lahan bagi petani.
Rekomendasi: Redistribusi lahan dan reforma agraria.
Perampasan wilayah adat.
Rekomendasi: Regulasi yang jelas untuk memastikan kepastian hak masyarakat adat atas tanah adat.
Kurangnya pendampingan untuk masyarakat.
Rekomendasi: Penyediaan pendamping lapangan yang lebih banyak dan pemerataan edukasi dari daerah urban ke rural.
Kebijakan yang tidak tegas dan rentan intervensi pihak berkuasa:
Rekomendasi: Penyusunan kebijakan yang tegas, tidak tumpang tindih, dan transparan dalam pengelolaan lahan.
Agenda 2 : Pengembangan Pangan Lokal, Sistem Pangan Berbasis Masyarakat dan Kearifan Lokal
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Kesenjangan harga pangan.
Rekomendasi: Advokasi dan sosialisasi kepada masyarakat serta orang muda terkait isu pangan, serta mendorong pasar lokal yang memudahkan petani memasarkan hasil pertanian.
Database pangan lokal.
Rekomendasi: Mengadakan ruang sharing dan "Gerakan Pulang Kampung" untuk memperkuat database pangan lokal dan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pangan.
Ketergantungan pangan kepada pemerintah.
Rekomendasi: Menghentikan pendekatan program skala besar dan mendorong pemerintah untuk mengadakan pasar lokal yang mendukung petani, serta mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat.
Agenda 3 : Pengembangan Sistem Pangan Pesisir, Pulau Kecil, dan Pangan dari Laut
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Perusakan laut dan pemberian izin semena-mena.
Rekomendasi: Mencabut izin yang diberikan secara sembarangan dan mendorong wilayah kelola berbasis kearifan lokal untuk melindungi laut.
Kurangnya perlindungan pemerintah terhadap nelayan kecil.
Rekomendasi: Melindungi nelayan kecil dengan memastikan wilayah kelola berbasis kearifan lokal, mencegah privatisasi pesisir, serta mempermudah proses perizinan tanpa membebani nelayan.
Kebijakan pemerintah yang lemah terhadap nelayan kecil.
Rekomendasi: Mengesahkan Undang-Undang tentang Masyarakat Adat untuk memberikan perlindungan hukum bagi nelayan dan masyarakat adat.
Agenda 4 : Mendorong Konsumsi Berkelanjutan dan Pengelolaan Limbah Pangan
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Food waste akibat perilaku konsumtif dan minimnya pengelolaan limbah pangan.
Rekomendasi: Menyediakan anggaran untuk perbaikan TPA, membuat regulasi tentang limbah minimal dari usaha pangan, serta melaksanakan pelatihan pengolahan limbah pangan.
Minimnya edukasi dan literasi tentang pangan berkelanjutan.
Rekomendasi: Meningkatkan kampanye melalui media sosial dan kolaborasi komunitas untuk memperkenalkan praktik pangan berkelanjutan.
Rendahnya harga hasil pertanian yang menyebabkan food waste di tingkat petani.
Rekomendasi: Mendorong penerapan model pertanian yang didukung komunitas (Community Supported Agriculture) untuk meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi pemborosan hasil pertanian.
Agenda 5 : Dukungan untuk Pertanian Ekologis dan Resiliensi Sistem Pangan
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Penggunaan pupuk kimia yang merusak mikroorganisme dan ketergantungan pada bantuan pemerintah berupa pupuk kimia.
Rekomendasi: Memberikan pengetahuan dan pendampingan kepada petani tentang pemanfaatan pupuk organik, serta menggantikan bantuan pupuk kimia dengan pupuk organik dari pemerintah.
Petani kurang memanfaatkan kemajuan teknologi pertanian di era industri 4.0.
Rekomendasi: Sosialisasi dan pelatihan kepada petani untuk memanfaatkan teknologi pertanian yang berkelanjutan, serta membentuk rumah belajar untuk mengajarkan pengelolaan pertanian organik.
Harga jual hasil pertanian yang rendah.
Rekomendasi: Membangun pasar komunitas untuk petani, mengorganisir petani muda di setiap daerah, dan menghentikan monopoli pasar yang merugikan petani.
Agenda 6 : Regenerasi Petani Muda
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Stigma negatif terhadap petani dan pandangan buruk terhadap bertani.
Rekomendasi: Melakukan program peduli pangan sejak sekolah dasar untuk mengubah persepsi negatif dan menumbuhkan minat terhadap pertanian, serta mendorong pemerintah untuk menghadirkan role model petani sukses.
Petani muda terhambat modal usaha dan akses lahan pertanian.
Rekomendasi: Memberikan dukungan permodalan, alat, benih unggul, serta memfasilitasi penggunaan lahan kolektif dan koperasi untuk membantu petani muda mengatasi keterbatasan modal dan lahan.
Petani muda tidak dilibatkan dalam merumuskan kebijakan ketahanan pangan.
Rekomendasi: Mendorong pemerintah untuk melibatkan petani muda dalam perumusan kebijakan ketahanan pangan dan mendukung partisipasi aktif mereka dalam pengambilan keputusan.
Agenda 7 : Regionalisasi dan Desentralisasi Tata Kelola Sistem Pangan
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Sentralisasi pangan dan lemahnya diversifikasi pangan.
Rekomendasi: Menyelenggarakan pesta kuliner dan lokakarya tentang pangan lokal untuk meningkatkan keberagaman pangan.
Paradigma pemerintah yang menyerahtugaskan dan kurangnya inklusi petani serta orang muda.
Rekomendasi: Melibatkan petani dan generasi muda secara inklusif dalam program pangan lokal dan pengabdian masyarakat.
Kebijakan daerah yang lemah akibat kebijakan pusat yang dominan.
Rekomendasi: Alokasikan distribusi sembako dengan komoditas pangan lokal untuk memperkuat kebijakan daerah.
Dampak sentralisasi pangan pada produksi.
Rekomendasi: Mendorong sosialisasi dan pengembangan pangan lokal melalui program pengabdian masyarakat dan inisiatif desa.
Agenda 8 : Riset dan Inovasi untuk Transformasi Sistem Pangan
Permasalahan dan Rekomendasi bagi Pemangku Kebijakan:
Tidak sinkronnya database pertanian dan perikanan antara pusat dan daerah serta kurangnya pembaruan data.
Rekomendasi: Membangun kolaborasi data yang dapat diakses secara mudah terkait pangan darat dan laut.
Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap informasi dan akses data.
Rekomendasi: Menyebarluaskan informasi pangan lokal melalui situs terintegrasi, seperti aplikasi ING untuk menghitung nilai gizi.
Kurangnya pengetahuan tentang keberagaman dan gizi pangan yang tersedia.
Rekomendasi: Meningkatkan edukasi masyarakat tentang keberagaman dan gizi pangan melalui informasi yang lebih mudah diakses.
Alat dan mesin pertanian serta sarana produksi yang tidak tepat guna dan sasaran.
Rekomendasi: Mengadakan dialog dengan pemerintah lokal untuk memastikan ketersediaan sarana produksi pertanian dan perikanan yang tepat guna dan sasaran.
Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki sistem pangan yang erat dengan sumber pangan, pengetahuan, dan budaya yang beragam. Sektor pangan menghadapi tantangan berat untuk memenuhi kebutuhan dengan meningkatnya populasi, perubahan iklim, degradasi lahan dan kerusakan ekosistem serta keanekaragaman hayati. Kebutuhan akan pangan mendorong pembukaan lahan secara besar-besaran sehingga mengambil alih wilayah hutan dan mengancam kehidupan flora dan fauna. Alasan yang sama juga digunakan oleh pemerintah untuk merenggut hak atas lahan masyarakat adat untuk pertanian yang hanya berfokus pada kepentingan ekonomi. Tidak adanya pelibatan masyarakat terutama kelompok rentan menunjukkan hak partisipasi masyarakat yang direnggut secara paksa. Praktik pertanian monokultur skala besar yang menggunakan input kimia sintetis mengancam produktivitas tanah dan memicu kerusakan lingkungan, terutama air dan tanah. Lebih lanjut, praktik ini menyebabkan kerentanan seperti gagal panen yang berujung pada krisis pangan.
Ketidak adilan dan kesetaraan
• Pembangunan sektor pertanian dan pangan dilakukan dengan paradigma dan pendekatan yang sentralistik. Model pembangunan dilakukan terpusat dan diseragamkan padahal konteks dan sumber daya yang berbeda-beda. Akibatnya, proses produksi menjadi seragam dan keragaman sumber daya genetik pangan hilang
• Petani dan nelayan menjadi kelompok yang paling rentan dan miskin. Pada satu sisi mereka didorong untuk terus berproduksi, pada sisi lain kehidupannya tidak diperhatikan (pendapatan rendah, dirampas lahannya, dan lain sebagainya). Tidak mengherankan jika kehidupannya menyedihkan yang menyebabkan minat orang muda menurun jauh untuk menjadi petani maupun nelayan
•Perampasan lahan (tanah dan laut) masih terus terjadi dan meminggirkan petani, nelayan, masyarakat adat. Padahal itu merupakan ruang hidup, kehidupan dan ritus budaya masyarakat. Perampasan lahan menunjukkan persoalan ketidakadilan terhadap aset dan akses terhadap lahan yang nyata masih terjadi hari ini
• Kurangnya akses informasi dan pengetahuan terkait pangan dan pertanian, baik karena biaya yang tinggi maupun jarak yang jauh, menghasilkan disparitas terutama bagi masyarakat pedesaan dan masyarakat miskin kota
• Diskriminasi gender dalam akses pengetahuan, ekonomi, termasuk pengupahan di sektor pangan, di mana petani dan nelayan perempuan menanggung beban kerja yang sama dengan laki-laki, tetapi mendapatkan upah yang lebih rendah. Petani dan nelayan perempuan sering diabaikan karena dianggap tidak memiliki kapasitas pengetahuan yang cukup dalam sektor pertanian dan perikanan
Kurangnya Partisipasi Masyarakat
• Partisipasi orang muda dalam proses pengambilan keputusan masih terbatas. Hal ini menyebabkan kebijakan pertanian dan pangan kurang transparan dan tidak inklusif. Orang muda dan kelompok rentan lainnya tidak mendapatkan ruang partisipasi yang memadai
• perempuan dan kelompok rentan lainnya hanya dijadikan pemenuhan kuota partisipan tanpa betul-betul didengar suaranya.
Ancaman Terhadap Kemandirian Pangan
• Degradasi keberagaman pangan lokal. Penyeragaman produksi dan konsumsi pangan menyebabkan tidak hanya berkurang namun juga hilangnya berbagai jenis pangan lokal. hilangnya keragaman pangan akan meningkatkan ketergantungan terutama pangan impor. Keberagaman yang makin melemah justru meningkatkan kerentanan.
• Penyeragaman model produksi pada akhirnya mendorong terjadinya penyeragaman konsumsi pangan. Penyeragaman ini tidak hanya dilakukan dengan kebijakan produksi, namun juga dengan kebijakan pangan yang liberal. Tidak hanya sumber daya pangan lokal yang hilang, ketergantungan konsumsi pada pasar menyebabkan hilangnya akses pangan dan tidak terpenuhinya hak atas pangan terutama kelompok marginal.
• Peningkatan produksi dilakukan pemerintah tidak hanya dibuat seragam, namun juga diarahkan dalam skala luas (estate) dan tidak ramah lingkungan. Model pertanian ini tidak hanya mengancam kelestarian lingkungan namun juga kerap melanggar hak asasi manusia.
Pada 6 September, 51 mahasiswa dan anggota CSO Bogor mengikuti tur kampus di IPB bersama Lawalata. Mahasiswa dalam tiga kelompok mempersiapkan makanan sehat dan mendengarkan sharing dari petani Gen Z serta Chef yang mempromosikan makanan lokal. Mereka terinspirasi oleh mahasiswa IPB yang berani memilih menjadi petani daripada beralih ke industri lain.




Pada tur kampus Universitas Mercu Buana (UMB) pada 18 September 2024, hampir 50 mahasiswa diajak untuk memahami pentingnya gastronomi Indonesia, baik untuk kedaulatan pangan, keseimbangan iklim global, maupun kesehatan. Sebanyak 30 mahasiswa berhasil menulis resep makanan Indonesia lokal yang jarang ditemukan, dan beberapa mahasiswa menjadi sukarelawan dalam demo masak dua masakan Indonesia dari Jawa dan Papua.
Selama PARARA Youth Month, Parara juga mengadakan webinar yang melibatkan pemuda dari berbagai wilayah di Indonesia. Masing-masing pemuda dari tiap daerah cukup antusias terlibat diskusi dengan para narasumber yang diundang.
Pemuda menyadari banyak cara untuk melestarikan kearifan lokal, seperti budaya menanam padi dan ritual serta tarian yang dilakukan sebelum menanam padi. Mereka juga memberikan pelatihan media untuk mendokumentasikan kearifan lokal melalui podcast, Instagram, dan artikel. Salah satu pembicara berbagi upaya meningkatkan nilai makanan lokal melalui kedai kopi inovatif yang menyajikan camilan singkong dan minuman daerah.
Pemuda berbagi pengalaman pertukaran pemuda urban dan rural, yang menginspirasi kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi masalah bersama. Mereka juga meluncurkan buku yang berbagi pengalaman tersebut.
Pemuda menginisiasi inovasi pertanian berkelanjutan dan gaya hidup sehat, seperti pertanian organik dan kamp pelatihan untuk petani muda serta mempromosikan makanan lokal dan pertanian organik melalui media sosial.
Pembicara berbagi inisiatif pemuda dalam mengelola sampah di Taman Nasional Komodo dan mempromosikan sereal lokal seperti sorgum.
YafKam sebuah organisasi di Kabupaten Tambrauw, Papua, berbagi upaya mereka dalam membangun pasar lokal yang menampilkan makanan lokal. Simon Tabuni juga membagikan pengalaman mengembangkan toko buah dan sayur, Anggimart, di Manokwari, Papua.









Meskipun Indonesia diproyeksikan akan mendapatkan bonus demografi pada dekade ini, dengan jumlah individu produktif dari Generasi Z dan milenial yang lebih banyak dibandingkan generasi lainnya, yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih besar, Generasi Z dan milenial sering kali berada di persimpangan jalan. Untuk berbagi inisiatif dan pemikiran pemuda mengenai tema-tema ini, PARARA berkembang, mengingat gaya hidup dan pilihan makanan mereka yang sering tidak sehat, yang dapat menimbulkan risiko kesehatan.
Untuk mempertimbangkan peluang dan tantangan ini, PARARA menyelenggarakan serangkaian kegiatan seputar Hari Makanan Internasional dengan melibatkan berbagai kelompok pemuda. Lebih dari lima kelompok pemuda bekerja sama untuk menyelenggarakan acara ini, yang dihadiri oleh 311 individu dalam delapan acara selama perayaan Hari Pemuda Dunia yang berlangsung selama sebulan. Acara tersebut dilaksanakan dari 28 Agustus hingga 20 September 2024.
Alih-alih hanya mengadakan satu acara, PARARA menyelenggarakan rangkaian acara selama satu bulan untuk menekankan pentingnya perubahan sistem pangan yang transformasional serta ekosistem sumber daya alam yang terkait.
Acara-acara tersebut meliputi peluncuran acara dengan media yang melibatkan berbagai pihak dari industri makanan, seperti seorang Master Chef, startup makanan lokal milenial, serta kelompok pemuda yang fokus pada isu pangan dan kesehatan. Selain itu, sebuah buku pemuda juga diluncurkan, bersama dengan serangkaian film tentang hak-hak adat dan pangan. Dua kunjungan kampus dan lima webinar yang mencakup enam wilayah juga diselenggarakan.
PARARA mengangkat tema PBB untuk Hari Pemuda Internasional 2024, yaitu "Jalur Digital untuk Pembangunan Berkelanjutan", untuk menambah elemen berbagi dan pembelajaran antar-generasi. Para pemuda sangat terampil dengan gadget dan kemampuan online mereka untuk mengembangkan aplikasi dan berkomunikasi dengan desain grafis. Namun, memahami dan mengembangkan potensi aset lokal, pengetahuan lokal, sejarah lokal, budaya lokal, serta keuntungan geografis lokal, juga berarti berinteraksi dengan mereka yang telah lebih lama berada di bumi ini dan memiliki pengalaman yang lebih panjang. Oleh karena itu, tema acara ini adalah "Solidaritas Antar-Generasi: Kepulauan yang Berkelanjutan."
Hasil dari acara ini adalah terbangunnya solidaritas pemuda di seluruh kepulauan, yang membuka jalan bagi acara hybrid di bulan berikutnya (Oktober) yang mengarah pada pembentukan kelompok pemuda yang mempromosikan makanan lokal. Acara pemuda tambahan diselenggarakan secara mandiri setelah acara yang diorganisir oleh PARARA, yang menghasilkan pembelajaran lebih lanjut dan identifikasi peluang kolaborasi baru.




PARARA memperkenalkan maskot desain visual TePa yang dikembangkan oleh mahasiswa Universitas Mercu Buana untuk menarik perhatian konsumen Gen Z, yang semakin tertarik pada makanan lokal. KATA (Kaum Muda Tanah Air Indonesia) meluncurkan buku tentang pertukaran urban dan rural di Sulawesi Selatan, yang menginspirasi kegiatan PARARA untuk mengajak mahasiswa dari desa dan kota belajar bersama. Pemuda juga menampilkan upaya pengembangan tempe berbahan kacang lokal dan promosi pilihan makanan sehat.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Desain Seni Kreatif (FDSK) Universitas Mercu Buana Jakarta berkolaborasi dengan Parara (Panen Raya Nusantara) sukses menggelar acara Visualicious, sebuah pameran desain yang mengangkat produk-produk lokal Indonesia.
Acara yang berlangsung selama tiga hari (28-30/6/2024) di PARARA Indonesian Ethical Store and Cafe, Kemang, Jakarta Selatan ini melibatkan para mahasiswa desain komunikasi visual (DKV) Universitas Mercu Buana dari berbagai angkatan.
Irfandi Masnur, S.Pd, M.Sn, Kaprodi DKV Mercu Buana, sangat mengapresiasi acara yang digagas para mahasiswa dan dosen ini. “Visualicious telah menunjukkan kemampuan luar biasa mahasiswa DKV Mercu Buana dalam berkolaborasi dan bersinergi dengan berbagai pihak. Acara ini memperlihatkan bagaimana desain yang baik dapat mengangkat nilai produk lokal dan memberikan dampak nyata pada masyarakat. Saya sangat bangga dengan pencapaian mahasiswa kami,” ungkapnya.
Beragam ide untuk mengangkat nilai produk lokal di dalam masyarakat dieksekusi dengan baik dengan menggabungkan seni dan fungsi dalam desain yang merespon isu di masyarakat.
Acara dimulai dengan talkshow bertajuk “Storytelling and Visual Designing Local Products” oleh Febryan Wishnu, seorang pegiat Ekonomi Kreatif, yang juga alumni Universitas Mercu Buana. Menurut Wisnu, menggabungkan narasi kuat dengan desain visual yang efektif sangat penting untuk mempromosikan produk lokal.
Wisnu juga menambahkan tentang pentingnya desain yang efektif bukan hanya sekadar estetika. “Bagaimana kita menceritakan kisah di balik setiap produk,” ungkapnya.
Wisnu pun mengapresiasi pameran Visualicious yang diselenggarakan DKV Mercu Buana ini karena membuktikan bahwa desain dapat menjadi jembatan antara produk lokal dan pasar yang lebih luas, membantu mereka mendapatkan apresiasi yang layak.


Rizal Bay Khaqi, S.Ds, M.Sn, mengangkat wayang sebagai strategi bercerita dalam memperkenalkan produk lokal serta menyuarakan situasi petani lokal di Indonesia. Pada kesempatan tersebut ia mengajak peserta memahami filosofi dan teknik dasar desain wayang sekaligus menampilkan pentas wayang moderen yang mengangkat isu tentang dilema orang tua petani yang tidak bsia meneruskan legazy pertanian mereka kepada anaknya, karena kurangnya minat anak muda untuk meneruskan profesi petani.
Hari kedua menampilkan talkshow “Research of Gen Z Empathy For Visual Concept Design” dan sesi “Exploria With Tepa” oleh Ath Thariq Kartanegara yang memperkenalkan maskot TEPA untuk mendukung promosi produk lokal PARARA. Ditutup dengan talk “Local Food: The Fading Charm” oleh Muhammad Fais Ikhwan Roozaqy yang membahas penggunaan motion graphic untuk menghidupkan minat terhadap makanan lokal. Keduanya merupakan mahasiswa Tugas Akhir DKV Mercu Buana yang terlibat dalam kegiatan kali ini.
Hari ketiga berisi talkshow “Rice Up Your Life” yang menghadirkan dua pegiat pertanian organik, Sudaryanto dan Pandu. Keduanya pun menekankan tentang pentingnya pertanian organik, bukan hanya pada sistem tanam, namun juga sebagai filosofi yang berbicara tentang keseimbangan nilai-nilai kehidupan.


Visualicious berhasil memberikan wawasan baru dan apresiasi mendalam terhadap kekayaan budaya lokal melalui inovasi desain yang ditampilkan mahasiswa DKV Mercu Buana terutama di kalangan anak muda.
”Acara ini diharapkan dapat menginspirasi generasi muda, khususnya Gen Z, untuk mencintai dan mengenal produk serta pangan lokal Indonesia, seperti sorgum, madu, sagu, singkong, kapulaga, pala, dan produk lainnya,” tutup Novena Ulita, S.Pd, M.Sn, Dosen Studio 4 DKV Mercu Buana.