Senin, 20 April 2020 melalui zoom meeting pada pukul 15.30 – 17.00 WIB PARARA mengadakan Webinar vol 1 yang merupakan rangkaian Webinar Tematik Panen Raya Nusantara (PARARA) Tahun 2020, dengan menghadirkan empat narasumber yakni Prof Dr. Ir. H. Mochamad Hasjim Bintoro, M.Agr dari IPB, Puji Sumedi dari KEHATI, Bibong Widyarti dari Rumah Organik serta Crissy Guerrero dari PARARA Indonesian Ethical Store (PIES).
Pada kesempatan ini, Prof Dr. Ir. H. Mochamad Hasjim Bintoro, M.Agr menyampaikan bahwa Indonesia sehat tidak hanya tergantung beras, ada sagu dan gula yang bisa dijadikan pangan. Sagu sangat baik sebagai bahan pangan. Selain itu sagu parut dan ampas sagu bisa dipakai menjadi pakan ternak serta kompos. Sagu sebagai pangan bagus untuk kesehatan karena tanpa gluten dan rendah glikemik. Baik untuk penderita diabetes, calon penderita diabetes dan penderita obesitas. Bisa juga disubstitusi mie gandum dengan mie sagu untuk jemaah haji & umroh. Sudah ditemukan 369 makanan berbasis sagu.
Sagu merupakan tanaman asli Indonesia dengan luas wilayah mencapai 5,5 juta hektar, terbanyak di Papua. Sagu juga bagus untuk perlindungan lingkungan karena bisa mencegah penurunan permukaan tanah. Kawasan sagu yang selalu basah/lembab akan mencegah kebakaran. Kawasan sagu merupakan sumber tanaman obat & sumber enzim. Sagu bisa ditanam dengan palawija/hortikultura dan lain lain.
Selanjutnya, Puji Sumedi dari KEHATI juga menyampaikan mengenai pangan selain beras yang mengandung karbohidrat seperti Sorgum. Biasanya ada paket sorgum, jelai dan jewawut. Dari data KEHATI ada sekitar 100 jenis sumber karbohidrat di Indonesia, itupun masih ada kemungkinan potensi lainnya. Sorgum sendiri dikenal dengan nama beragam dari Sumatera hingga Papua tergantung dengan jenisnya. Di Jawa, Sorgum mungkin dikenal dengan nama Cata.
Di NTT sendiri Sorgum juga memiliki nama yang berbeda-beda. Sorgum memiliki banyak manfaat, mulai dari batang, biji sampai daunnya bisa dimanfaatkan. Misalnya memanfaatkan pohon sorgum yang sudah dirontokkan bijinya dibuat menjadi sapu, juga batang sorgum yang bisa diolah menjadi gula. Sorgum berumur pendek, hanya sekitar 3-5 bulan saja. Keragaman varietas sorgum juga berpengaruh pada variasi pengolahannya. Karena masing-masing varietas punya keunggulan sendiri, misalnya ada yang cocok buat pengganti beras, ada yang lebih cocok untuk tepung dan seterusnya.
Praktisi Pangan lokal dan Perwakilan dari Rumah Organik, Bibong Widyarti menyampaikan bahwa saat situasi seperti pandemi sekarang ini, sebenarnya menjadi pembelajaran positif bagi kita. bagaimana kita mengatur kembali pola makan yang sehat, mempelajari makanan yang sebenarnya harus dan baik dikonsumsi untuk menjaga kesehatan untuk meningkatkan daya tahan tubuh kita.
Kita di perkotaan mungkin lebih terbiasa mengkonsumsi produk dari beras ataupun gandum, sehingga lupa kalau kita punya banyak sumber karbohidrat yang lain dan punya banyak ragam produk lokal yang sehat dan penuh gizi. Misalnya jewawut, di Kalimantan Utara dimakan sebagai makanan pengganti nasi saat sarapan atau dibuat bubur seperti sereal. Makanan yang kita konsumsi mestinya harus cukup kandungan gizi yang dimilikinya. Ada beberapa sumber karbohidrat pengganti beras /nasi : 1. Biji bijian 2. Umbi umbian 3. Kacang kacangan 4. Buah-buahan 5. Sayuran, 6. Produk olahan dari sagu.
Terakhir, Crissy Guerrero dari PARARA Indonesian Ethical Store (PIES) memperkenalkan Panen Raya Nusantara (PARARA) yang merupakan suatu gerakan dan platform pemasaran serta perdagangan yang didirikan untuk membangun hubungan yang kuat, adil dan luas antara produsen lokal dan konsumen. PARARA bertujuan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi antara area desa dan kota di Indonesia dengan cara menghadirkan produk produsen di desa untuk konsumen di kota.
Ada banyak NGO dan komunitas yang bergabung di PARARA. Awalnya kami memperkenalkan produk-produk dari komunitas di berbagai daerah ini melalui festival yaitu festival Panen Raya Nusantara (PARARA), yang dilaksanakan 1 kali 2 tahun di jakarta. Kemudian ada banyak permintaan dari konsumen dan produsen yang menginginkan media lain selain festival. Singkatnya,, lahirlah PT. PARARA dan unit usaha Parara Indonesian Ethical Store (PIES) yang sekarang ada di kemang.
VISI PIES Menjadi Fair Trade Marketing Platform Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Produsen Masyarakat Lokal di Seluruh Indonesia Melalui Produk Produk Berbasis Konservasi, Kebudayaan, dan Tradisi Lokal. Sedangkan MISI 1. Mengenalkan dan mendorong gerakan dan konsep perdagangan yang adil di Indonesia, 2. Mempengaruhi praktik ekonomi Indonesia, 3. Supaya konsumsi dan produksi lebih berbasis lingkungan, sosial dan budaya melalui produk lokal, sehat dikonsumsi, adil bagi semua pihak dan dapat diproduksi terus menerus (lestari) 4. Meningkatkan peran perempuan sebagai pelaku dan pengambil keputusan ekonomi Inisiatif ini selain memiliki resto dengan menu beragam dari pangan lokal, PIES juga menjual berbagai produk olahan dari berbagai daerah yang diproduksi para produsen dari komunitas di berbagai daerah.
Hai Sobat!
Sebagai konsumen, kita semua sangat berpengaruh lho dalam menentukan masa depan Bumi, melalui gaya kita berbelanja 🛍️. Kita bisa menjadi konsumen cerdas dan bertanggung jawab dengan menerapkan #BeliYangBaik!
Mau tahu caranya? Yuuk dateng ke:
BELI YANG BAIK HYBRID EXPO
📅 20-24 April 2021
🤳🏻 Virtual di www.beliyangbaik.org
📍 Datang langsung di Kuningan City, Ground Floor
Daftarkan dirimu segera di www.beliyangbaik.org GRATIS!!
Ajak orang-orang di sekitarmu dan temukan berbagai kegiatan seru dan menarik yang akan menambah pengetahuanmu tentang cara menjadi konsumen yang baik dan bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat, hanya di Beli Yang Baik Hybrid Expo.
Jangan lupa bagikan informasi ini ke seluruh kontakmu ya. Sampai jumpa!
Sabtu, 15 Oktober 2017 bertempat di Taman Menteng Jakarta Pusat, empat desainer kebanggaan Indonesia menampilkan karya-karya terbaiknya. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari Festival Panen Raya Nusantara (PARARA) 2017.
1. Teras Mitra –LAWE feat Amber Kusuma
Menampilkan koleksi bertema “Langit Senja di Kefamenanu” Amber Kusuma mengangkat desain dengan bahan kain tenun yang dibuat oleh anak-anak para penenun di Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur. Amber mengatakan, tema ini menggambarkan keindahan alam Kefamenanu yang terinspirasi dari perpaduan nuansa warna langit senja orange jingga berpadu alam yang hijau, dan dihiasi birunya langit.
Ada delapan setelan yang Amber pamerkan yang desainnya banyak menggunakan style Jepang seperti berbagai jenis outer kimono, tunik dan celana Hakama. Amber ingin desainnya fleksibel dan bisa dipadu padankan dengan outfit lain.
2. Borneo Chic Feat Yoga Wahyudi
Kolaborasi desain Borneo Chic feat Yoga Wahyudi bertemakan “Merindu Panjang” sebagai gambaran perantau yang rindu akan rumah adat Kalimantan (atau sering disebut sebagai rumah lamin panjang). Jenis kain tenun yang digunakan adalah kain sintang yang berasal dari Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.
Ada lima motif yang digunakan Yoga Wahyudi dalam desain bajunya ;
3. Yurita Puji
Dalam koleksinya untuk Parara, Yurita Puji menggunakan kain tenun Ikat Dayak Iban dari Kalimantan Barat, kain tenun Lombok Timur dan kain tenun dari Kabupaten Sawah Lunto, Padang. Pewarnaan benang pada kain-kain yang digunakan berasal dari beragam jenis tanaman seperti kunyit, pinang, indigo, kangkung Jawa, kulit kayu Makasar, Engkerebai dan Tebelian. Baju-baju yang dipamerkan didominasi dengan warna kuning, coklat, merah dan hijau.
Koleksi Yurita fokus pada pakaian simple dan ‘ready to wear’ dengan harapan produk yang didesainnya lebih cepat terjual sehingga memberikan impact bagi para penenun. Pada September lalu, Yurita berhasil memperkenalkan motif tenun Dayak Iban di ajang New York Fashion Week.
4. Gerai Nusantara by Rina Agustin
Semi formal dan kasual, Rina Agustin mendesain bajunya agar bisa dipakai menemani aktivitas sehari-hari. Dalam penampilannya, Rina Agustin memadu padankan batik dengan jeans dan sepatu sneaker.
Kain tenun yang digunakan adalah Tenun Paruki dari Toraja, Tenun Bayan dari Lombok dan Tenun Baduy. Selain baju, Rina juga menggunakan kain tenun untuk tas ransel sebagai pelengkap penampilan.
Fashion show ini diselenggarakan untuk menampilkan produk-produk lokal yang tidak hanya melestarikan budaya namun juga merawat bumi dengan menggunakan bahan-bahan alami ramah lingkungan.
Selain fashion show, festival PARARA juga menampilkan beragam produk pangan lokal seperti madu, kopi, gula merah, sagu dan lainnya. Festival dua tahunan ini diselenggarakan mulai 13 – 15 Oktober 2017 oleh Konsorsium PARARA.
Indonesia menghadapi tiga isu pangan yang kompleks. Hal itu diungkapkan oleh Peneliti Kebijakan Pangan Prof. Dr. John F. McCarthy dari Crawford School of Public Policy, Australian National University. McCarthy menyatakan bahwa isu pangan ini terjadi akibat adanya tumpang tindih dengan persoalan lain di Indonesia.
Isu pertama adalah kekhawatiran akan jumlah produksi domestik yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga sangat bergantung pada impor yang harganya fluktuatif. Kedua, naiknya permintaan komoditas pertanian, terutama kelapa sawit. Ketiga, Indonesia telah menyatakan komitmennya terhadap program ekonomi hijau dan pembangunan pedesaan rendah emisi. "Lalu bagaimana kebijakan untuk merespons ketiga isu tersebut bisa berjalan selaras sementara masing-masing mempunyai capaian yang berbeda bahkan berseberangan," ujar McCarthy.
"Lalu bagaimana kebijakan untuk merespons ketiga isu tersebut bisa berjalan selaras sementara masing-masing mempunyai capaian yang berbeda bahkan berseberangan," ujar McCarthy.
Setidaknya ada lima paradigma di dalam kebijakan pangan menurut McCarthy. Pertama, swasembada pangan sebagai upaya mencapai angka produksi global. Kedua, ketahanan pangan dengan memperkuat kapasitas penduduk untuk mengakses pangan terutama saat menghadapi rawan pangan dan masa panceklik. Ketiga, kedaulatan pangan dengan membantu petani maupun kelompok tani untuk memiliki akses dan kontrol yang lebih baik atas sumber-sumber pertanian. Keempat, kebijakan pangan perlu mengarah pada pencapaian hak atas ketersediaan pangan yang memadai sesuai dengan amanat dalam perjanjian internasional. Kelima, memperhatikan prinsip-prinsip lingkungan.
Belakangan Indonesia meletakkan fokusnya pada satu pendekatan saja, yakni swasembada untuk beragam capaian kebijakan pangannya. Peningkatan produksi dengan membuka lahan baru melalui pertanian berskala besar dianggap bisa mencapai tujuan swasembada. Namun, program swasembada belum tentu mampu mendorong tercapainya akses pangan dan kedaulatan pangan. "Apakah cukup membantu mencapai hak pangan yang memadai? Mungkin baik untuk mengejar target produksi. Namun program tersebut belum tentu bisa memberi akses bagi petani miskin. Apalagi jika dikembangkan oleh perekebunan besar," kata McCarthy.
McCarthy kembali mencatat bahwa kebijakan pangan Indonesia sebenarnya telah memiliki tujuan baik. Namun perhatian pada persoalan akses petani yang rentan terhadap rawan pangan dan hak pangan secara umum bisa diutamakan. "Penelitian internasional menunjukan ketahanan pangan bisa mencapai hasil terbaiknya apabila program-program pangan pemerintah diarahkan pada pemberdayaan petani. Petani tetap bisa mengolah lahan pertaniannya sembari juga mendiversifikasi mata pencahariannya," pungkas McCarthy.
Jakarta, 14 Oktober 2017 – Persoalan pembajakan, plagiat dan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia masih kerap terjadi. Kasus-kasus plagiat dan bahkan klaim produk lokal oleh Negara lain senantiasa menghiasi laman media massa.
Dalam rangkaian acara Festival Panen Raya Nusantara (PARARA) 2017, Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi BEKRAF Ari Juliano Gema hadir sebagai pembicara dalam pembahasan mengenai Hak Kekayaan Intelektual. Hanya saja, saat ini HaKI masih belum banyak disadari oleh masyarakat dan pelaku industry kreatif. Kurang sosialisasi adalah salah satu penyebabnya.
“HKI penting untuk melindungi orisinalitas produk. Bila produk kita terlindungi oleh HKI, lalu ada pihak lain yang meniru, maka dapat ditempuh jalur hukum,” jelas Ari.
Lebih lanjut, Ari menjelaskan mengenai berbagai hal terkait HKI yang penting untuk diketahui komunitas pelaku usaha kreatif, diantaranya:
Sofie, pengrajin tas dan sepatu handmade yang turut hadir dalam diskusi tersebut berbagi cerita proses pengajuan HKI yang pernah dilakukannya. Ia memulai usaha pada tahun 2012 dan setahun kemudian mulai mengajukan HKI untuk produk sepatu. Hal tersebut dilakukan sofie karena HKI dibutuhkan saat ia hendak bekerja sama dengan asing ataupun departemen store. Setelah melewati proses yang tidak singkat, HKI untuk produk Sofie akhirnya keluar pada tahun 2017.
Dijelaskan Ari, proses pengajuakn HKI untuk produk baru memang butuh waktu lebih lama. Namun, bila satu produk sudah memiliki HKI, untuk proses pengajuan produk lainnya dari mereka/ produsen yang sama akan berjalan lebih cepat.
Jakarta, 15 Oktober – Berdasarkan data yang dihimpun pada 2016 Indonesia memiliki sekitar 59 juta Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) yang berkontribusi sebesar 61% terhadap perkekonomian. Ditargetkan, pada tahun 2020 Indonesia menjadi digital ekonomi terbesar se Asia Tenggara.
Wakil Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Ariful Yakin Hidayat dalam diskusi tentang Kewirausahaan, Pasar Budaya dan Kebijakan Produk Lokal, dalam acara Festival Penen Raya Nusantara (PARARA) 2017 mengatakan produk-produk kreatif harus menjadi penopang perekonomian Indonesia. Penyumbang ekonomi terbesar saat ini berasal dari sector kuliner sebesar 34%, kemudian fashion dan kriya. Untuk daerah ekspor sebagian besar berusat di pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten. Sementara untuk Indonesia bagian timur masih belum termaksimalkan potensinya, dengan kata lain “sleeping giant”.
“Kekayaan alam Indonesia berlimpah, namun secara marketing masih lemah dalam hal bahasa dan pemanfaatan teknologi. Seperti halnya Filipina yang menjadi target pasar dari Indonesia. Sekolah-sekolah di Filipina mengajarkan bahasa Indonesia. Sehingga pada saat mereka ke luar negeri, dapat lebih mudah menyesuaikan diri,” jelas Ariful Yakin Hidayat.
Hal lain yang perlu diperhatikan untuk mendukung industri kreatif Indonesia adalah kebijakan yang berpihak terhadap pengusaha lokal. Seperti yang terlihat di Negara China dimana aplikasi Whatssup diproteksi dan mereka mengembangkan Kakao Talk sebagai fitur chatting yang digunakan masyarakat. China berhasil memanfaatkan kemajuan teknologi sebagai penyambung antara petani/ produsen dengan pelaku usaha atau pemodal. Hal seperti itulah yang diharapkan juga dapat diterapkan di Indonesia, dimana antara teknologi dan kemajuan dapat sepenuhnya dimanfaatkan untuk mendukung sektor lokal.
Lebih lanjut, Ariful menghimbau agar pelaku industry kreatif Indonesia menerapkan 3C, yaitu CONNECT, dengan cara bertemu dengan pelaku industru di pameran UMKM atau acara-acara lainnya, COLLABORATE yaitu memiliki koneksi dan CONTRIBUTE, yaitu menjalankan bisnis atau usaha tidak hanya mengejar laba, tapi juga berbagi ilmu atau informasi yang bermanfaat dengan orang lain.
Berbagai persoalan tentang pengembangan produk dan usaha dari komunitas atau pelaku usaha kreatif juga disampaikan oleh beberapa komunitas yang hadir pada kesempatan itu. Koperasi Nira Satria, produsen gula kelapa atau gula semut dari Banyumas turut berbagi cerita tentang kurangnya jaminan keselamatan untuk petani penderes, harga yang lemah hingga keterikatan petani dengan tengkulak/ pengelup. Gula semut sendiri diklaim sebagai yang terbagus di Indonesia dan sudah memiliki sertifikasi organic sejak 2009 dan memiliki sertifikasi Fair Trade untuk ekspor ke luar negeri, diantaranya Korea Selatan dan Jerman.
Iim Rusyamsi, Co-founder Krafie.com berbagi cerita mengenai pentingnya pemahaman pemahaman di era digital untuk pelaku UMKM. Salah satu informasi yang perlu dimiliki oleh pelaku UMKM yang memanfaatkan teknologi digital adalah Google Analitycs yang dapat memberikan informasi tentang apa yang saat ini sedang menjadi trend. “Perlu dilakukan edukasi untuk para pelaku UMKM agar tools ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan dan mempromosikan produknya masing-masing," lanjut Iim.