Jakarta, 14 Oktober 2017 – Persoalan pembajakan, plagiat dan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia masih kerap terjadi. Kasus-kasus plagiat dan bahkan klaim produk lokal oleh Negara lain senantiasa menghiasi laman media massa.
Dalam rangkaian acara Festival Panen Raya Nusantara (PARARA) 2017, Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi BEKRAF Ari Juliano Gema hadir sebagai pembicara dalam pembahasan mengenai Hak Kekayaan Intelektual. Hanya saja, saat ini HaKI masih belum banyak disadari oleh masyarakat dan pelaku industry kreatif. Kurang sosialisasi adalah salah satu penyebabnya.
“HKI penting untuk melindungi orisinalitas produk. Bila produk kita terlindungi oleh HKI, lalu ada pihak lain yang meniru, maka dapat ditempuh jalur hukum,” jelas Ari.
Lebih lanjut, Ari menjelaskan mengenai berbagai hal terkait HKI yang penting untuk diketahui komunitas pelaku usaha kreatif, diantaranya:
Sofie, pengrajin tas dan sepatu handmade yang turut hadir dalam diskusi tersebut berbagi cerita proses pengajuan HKI yang pernah dilakukannya. Ia memulai usaha pada tahun 2012 dan setahun kemudian mulai mengajukan HKI untuk produk sepatu. Hal tersebut dilakukan sofie karena HKI dibutuhkan saat ia hendak bekerja sama dengan asing ataupun departemen store. Setelah melewati proses yang tidak singkat, HKI untuk produk Sofie akhirnya keluar pada tahun 2017.
Dijelaskan Ari, proses pengajuakn HKI untuk produk baru memang butuh waktu lebih lama. Namun, bila satu produk sudah memiliki HKI, untuk proses pengajuan produk lainnya dari mereka/ produsen yang sama akan berjalan lebih cepat.