cart

WEBINAR PARARA: “SELAMATKAN TRADISI, RESTORASI BUMI”

April 29, 2021

Senin, 19 April 2021 pukul 10.00 – 11.30 WIB, PARARA kembali mengadakan serial Webinar Vol-8 dalam rangka menyambut Hari Bumi Sedunia 22 April tahun 2021, dengan menghadirkan tiga orang narasumber yakni Budi Baskoro, Jurnalis Mongabay dan Pegiat Lamankita, Monica Tanuhandaru, Direktur Eksekutif Yayasan Bambu Lestari, dan Engkos Kosasih, Pemuda Adat Kasepuhan Karang.

Budi Baskoro, Jurnalis Mongabay dan Pegiat Laman Kita menyampaikan bahwa produk lokal tidak lahir begitu saja. Ia datang dari kebudayaan lokal yang ditopang kondisi material tertentu, dari lingkungan hidup yang lestari, serta bisa dikelola oleh masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada alam. Jika di hulu kondisinya masih bagus, di hilir dapat menciptakan kedaulatan pangan dan surplus ekonomi. Sebagai contoh di Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah memiliki hutan yang luas meskipun secara keseluruhan bukan lagi hutan premiere, sebagian terkonversi menjadi perkebunan kelapa sawit skala besar.

Masyarakat memiliki kekayaan alam, potensi sumber penghidupan dan ekspresi tradisi yang masih eksis. Bisa dilihat dari masih ditemukannya Jurung (lumbung padi) khas masyarakat Dayak Tomun yang dapat menyimpan padi puluhan tahun serta didesain untuk mengantisipasi serangan hama. Di dapur warga masih ditemukan topi bertani dan tas yang bahan-bahannya berasal dari alam. Tradisi berladang dan penggunaan alat-alat tradisional ini pada umumnya masih dijumpai di Lamandau meski dari segi alamnya telah mengalami perubahan karena invansi sawit.

Padi bukan satu-satunya sumber penghidupan masyarakat. Di Kecamatan Kota Waringin Lama, terdapat produk andalan seperti gula merah dan minuman Lahang. Ada danau alami yang terdapat ikan-ikan endemik Kalimantan. Di Desa Batu Belaman, Kecamatan Kumai terdapat potensi kopi Liberika yang diproduksi masyarakat dan Di Sungai Cabang terkenal dengan produksi pisangnya.

Dibalik potensi tersebut, terdapat beberapa ancaman yang harus dihadapi masyarakat Kinipan. Dari 12 Juta ha Kawasan Hutan di Kalimantan Tengah, sekitar 80 % nya telah dikuasai investasi (WALHI). Sekitar 5 Juta ha dan sisa hutan primer dan hutan sekunder adalah kawasan hutan yang tutupannya tidak bagus lagi. Kondisi tersebut berpengaruh pada ruang hidup masyarakat. Berikutnya Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang disebabkan perusahaan. Namun disayangkan penegakan hukum tidak berpihak kepada masyarakat. Konflik antara masyarakat adat dengan korporasi di Kinipan ini berlangsung panjang sehingga diperlukan penguatan sumber penghidupan seiring dengan perjuangan litigasi untuk menjaga sumber daya hutan mereka. 

Selanjutnya Monica Tanuhandaru, Direktur Eksekutif Yayasan Bambu Lestari menyampaikan bahwa restorasi alam dapat pula dilakukan dengan bambu. Fungsi lainnya adalah untuk memitigasi perubahan iklim, sebagai bahan pangan, sandang, serta papan. Dalam 1 desa bambu dapat menyerap 50 ton CO2dan meremediasi gas.  1 rumpun bambu menampung 5000 liter air, menjadikannya sebagai tanaman yang efektif dalam memitigasi banjir, menstabilkan kemiringan lereng sehingga mencegah longsor.

Bambu juga dapat diolah menjadi produk makanan, tekstil, industri konstruksi pengganti kayu, dan sumber energi terbarukan. Bambu dapat dipadukan dengan tanaman lain untuk keberlanjutan hidup masyarakat, dapat dikelola secara lestari tanpa perlu peremajaan dan produktivitasnya meningkat 2 kali lipat serta bisa melibatkan komunitas perempuan dalam pengelolaannya.

Dalam masyarakat adat, bambu adalah bagian dari kebudayaan tradisional, tabungan, solusi iklim dan ekonomi, terintegrasi dalam 1 bentang alam. Dulu pasca tsunami di Aceh, Gempa di Yogyakarta dan Palu muncul ide menggunakan bambu sebagai bahan bangunan tahan gempa. Seiring perkembangannya, pengelolaan bambu mendapati tantangan yakni pengelolaan tidak berkelanjutan, hilangnya kearifan lokal yang berkaitan dengan bambu, terbatasnya inovasi dan teknologi pengelolaan bambu. 

Indonesia juga bisa menjadi kontributor bambu terbesar di dunia. Potensinya berangkat dari desa. Di China, mereka telah ada 1 provinsi khusus yang fokus pada pengelolaan bambu. Kita memulainya di Flores, NTT yang mengkombinasikan bambu dengan tanaman lainnya. Bersama para mama dari kelompok perempuan membuat pembibitan bambu keluarga di depan rumah, dari 3000 bibit yang dihasilkan per bulan mereka mendapatkan insentif.

Di negara lain seperti di Kanada, bambu dikembangkan menjadi tisu dan kertas. Di Portugal memproduksi sepeda yang materialnya mengandung bambu. Di Spanyol, ada sebuah bandara yang interiornya full bambu dikombinasi dengan struktur besi. Selain itu, ada 15 perguruan tinggi di dunia mendirikan pusat studi bambu. Pasar dunia telah tumbuh, dengan potensi kita tidak sulit untuk terlibat. Sehingga diperlukan kerjasama antar sektor, dukungan penuh para pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan dalam penguatan kapasitas dan dukungan pendanaan untuk industri bambu, kebijakan nasional yang terintegrasi, serta mendorong pengarusutamaan gender dalam merawat bumi misalnya pengadaan 40 % area dari perhutanan sosial untuk perempuan.

Pada sesi pemuda adat dari Kasepuhan Karang, karena jarinan tidak stabil, maka posisi Engkos Kosasih digantikan oleh Wahyu, yang menceritakan pengalaman mendampingi warga kasepuhan Karang di Desa Jagarksa, Kabupaten Lebak, Banten. Kepala desa mereka bermimpi membuat gerakan masyarakat melindungi hutan dengan menanam pohon buah dengan target awal adalah 20 ribu pohon buah. Sekarang sudah diatanam sekitar 27 ribu pohon buah. Masyarakat hanya mengambil buahnya, mereka tidak menebang pohon untuk diambil kayunya karena bermanfaat untuk menyerap karbon. Buahnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan.

Masyarakat kasepuhan karang telah melakukan pemetaan rigid wilayah garapan yang hasilnya disebut risalah tanah. Semacam sertifikat hanya berlaku di lingkup kasepuhan, wilayah adat dan desa. Di dalamnya ada register yang mencatat mengenai pohon apa saja yang didaftarkan, sawah, atau apa saja. Ada inisiatif perempuan yang kemudian membentuk koperasi di sana. Syarat pinjamnya dengan menjaminkan risalah tanah. Saat musim paceklik ada keringanan untuk menunda pembayaran.

Jadi selain merestorasi bumi lewat pohon buah, masyarakat memiliki kesempatan mengakses modal, sekaligus ada peluang pemerataan. Kalau tidak menggarap lahannya karena kondisi-kondisi tertentu, yang bersangkutan bisa menyerahkan pengelolaannya ke orang yang lebih membutuhkan, dan hasilnya terintegrasi dengan koperasi yang dikelola kasepuhan.

Copyright 2024 © Panen Raya Nusantara
crossmenu-circle linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram